KIMI WO BOKU NO YUME
Angin
berhembus dengan sejuknya di sepanjang taman kota . Sejenak, Angin perlahan
berhembus di telinga gadis itu, seaakan telah membisikkan sesuatu. Ia membuka
mata dan melihat yang lain sedang menghabiskan waktunya dengan pasangan ataupun
dengan keluarganya. Gadis berambut hitam panjang itu mendengus dan mengeluh
dengan keaadaannya sekarang, mengingat ia sedang menderita penyakit Leukimia
cukup lama dan yang pasti itu sudah parah. Hime hanya bisa duduk di kursi
rodanya sambil memandangi pemandangan sekitar. Tanpa teman, tanpa kasih sayang
orang tua gadis itu hidup. Orang tuanya selalu bekerja untuk pengobatan Hime
sampai mereka pulang hanya sebulan sekali Hime hanya tinggal bersama susternya
yang setiap hari merawatnya.
“Hime ..
sudah sore ayo pulang dan makan malam. “ Ajak wanita berseragam perawat yang
berusia kurang lebih 28 tahun.
“ Oh, iya
Lina aku juga sudah lelah seharian disini. “ Jawabnya dengan senyuman lelah. Ia
memanggil susternya dengan nama terang walaupun usianya lebih muda dari Lina
yaitu 20 tahun, karena Hime telah menggapnya sebagai sahabatnya sendiri dan
Lina sang perawat Hime pun tidak keberatan dan bersedia menjadi sahabat Hime.
Sesampainya
di rumah, Hime segera membersihkan dirinya dari lengketnya keringat karena
hampir sehari penuh ia bermain di taman. Dengan dibantu Lina untuk memakai
pakaian, Hime pun sudah merasa segar badannya telah terbasuh air.
Hime dan
Lina pun makan malam bersama, mereka makan di satu meja. Hime asik mengobrol
dan menceritakan suasana hatinya pada Lina. Kemudian sejenak suasana menjadi
hening.
“ Lina! Apa
Papa dan Mama malam ini akan pulang ?” Tanyanya tiba-tiba saat meletakkan
sendok dan garpunya. Dengan menampakkan ekpresi sedihnya.
“ Maaf
Hime, mereka hari ini tidak bisa pulang tadi nyonya memberitahuku dan bulan
depan mereka baru bisa pulang.” Jelasnya denga sedikit bersalah.
“ Oh begitu
ya. Tapi seharunya kau tak perlu minta maaf. Mereka memang selalu tak ada waktu
untukku.”
“Kamu yang
sabar ya Hime.” Hibur Lina pada Hime seraya memeluknya.
“Terimakasih
ya Lin, kamu sahabat baikku. Jangan pernah tinggalkan aku ya.” Pintanya penuh
harapan.
“Iya, aku
tidak akan meninggalkanmu dan kamu harus berjuang melawan penyakitmu itu.”
“Pasti !!”
jawabnya penuh semangat.
Tak terasa
hari malam mulai larut, lalu Hime pun disuruh Lina tidur karena ia tidak ingin
Hime terlalu lelah apalagi hari ini Hime lebih banyak beraktivitas dari hari
yang biasanya yang hanya di rumah.
Terlihat
Hime telah telelap dalam tidurnya dan di dalam tidurnya ia bermimpi. Hime
berada di tengah padang rumput yang luas dan hijau dengan diiringi angin yang
berhembus.
“Angin yang
sejuk, berbeda dengan di kota.” Gumamnya seraya merentangkan tangannya untuk
menikmati angin yang sejuk itu. Dan tanpa sadar ia bisa berdiri dengan tegak,
padahal ia sedang sakit dan tak bisa berdiri.
“apa yang
terjadi?? Kakiku bisa berdiri! Bisa berjalan lagi.” Katanya dengan terkejut
dengan kakinya yang bisa berjalan dengan menggerakkan kakinya tak percaya.
Karena terlalu bersemangat menggerakkan kakinya, ia sampai tersandung dan
akhirnya terjatung di atas rerumput.
Tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki berbaju putih menghampiri Hime. Wajah laki-laki itu
sepertinya asing di mata Hime.
Dan
kemudian ...
Cup !! .. Pria itu tiba-tiba mencium bibir Hime dengan hangat.
Setelah melakukan ciuman singkat itu, pria itu pun berkata ...
“Putri, apa
kau baik-baik saja? “ tanyanya dengan memberikan senyuman pada Hime.
“Um-Ah!!
Daijoubu, arigatou gozaimashita.” Balasnya, dan tanpa disadari muka Hime
menjadi merah karena malu.
“Kalu
begitu aku pergi dulu ya, sampai jumpa.” Setelah mengucapkan sampai jumpa
laki-laki itu tiba-tiba menghilang bersama cahaya dan membuat Hime kebingungan.
Setelah kejadian itu Hime terbangun dari mimpinya.
“Siapa
laki-laki itu? Dan dia mengatakan sampai jumpa, apa berarti aku akan bertemu
dengannya?” gumamnya seraya menyentuh bibirnya. Blusshh !! .. muka Hime menjadi merah tomat seketika. Sudah satu
bulan Hime bermimipi bertemu pria itu dan kali ini pria itu mencium tepat di
bibir Hime.
“Hime, apa
kamu sudah bangun? Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu dan kamukan
berencana pergi ke taman kan?” Kata Lina.
“Iya Lina”
Hime
beranjak dari tempat tidurnya dan berpindah ke kursi rodanya dengan dibantu
oleh Lina untuk pergi ke kamar mandi. Usai mandi dan berpakaian, Hime menuju ke
meja makan dan sarapan bersama Lina.
Setelah
menyelesaikan sarapannya, Hime kemudian pergi ke taman seperti biasa dengan
ditemani oleh Lina. Sesampainya di taman, ia menghampiri pohon sakura yang
tengah lebat bunganya. Sambil menikmati angin berhembus dan kelopak bunga
sakura yang berjatuhan, ia memikirkan mimpinya semalam dan itu menimbulkan
beberapa pertanyaan di hati Hime.
“Hime, aku
mau beli minum sebentar ya, kamu tunggu disini dan jangan kemana-kemana!” pesan
Lina dan Hime membalas anggukan yang berarti meng-iyakan perkataan Lina.
Hime
pun kembali ke lamunannya tadi. Kembali mengingat mimipinya semalam dan wajah
laki-laki yang telah mencium Hime. Walaupun Hime tak pernah merasakan ciuman
namun bagi Hime ciuman itu seperti nyata.
“Sebenarnya
siapa dia? Kenapa selalu datang ke dalam mimpiku?” Gumamnya.
Saat
Hime tengah sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba ada sesorang yang sepertinya datang
mengampiri Hime namun Hime mengabaikannya dan tetap memjamkan mata. Dan benar
ia berhenti tepat di depan Hime dan berjongkok agar dapat sejajar dengan Hime
karena Hime duduk di kursi roda. Orang itu menyadarkan lamunan Hime dan membuat
Hime membuka matanya dan ia pun langsung terkejut dan membuat jantung Hime
berdebar, namun rasa terkejut itu tak berlangsung lama. ia merasa wajah pria
itu tak begitu asing di mata Hime.
“K-kau
siapa?” tanyanya sedikit gugup.
“Putri!
Apa itu kau?” ujar pria itu dengan berbalik tanya.
Pria
itu membuat Hime terkejut lagi setelah mendengar pria itu memanggilnya dengan
nama Putri. Lalu Hime memperhatikan wajahnya dan ternyata wajahnya mirip dengan
pria yang dia impikan selama ini.
“Si-siapa
kau?”
“oh!
Maaf nona, mungkin kamu bukan orang yang kucari. Perkenalkan namaku Kazuto Yoshiki.
yoroshiku”
“Namaku
Hime Sasazaki, yoroshiku.”
“Nama
yang bagus, kau mengingatkanku pada sesorang, orang yang terus kutemui di
mimpiku”
Deg ... !!
Jantung Hime mulai berdetak lagi
dan kali makin kencang keran perkataan Kirito membuatnya mengingat pada
mimpinya, ia di dalam hat terus bertanya.
“Yasudah,
aku pergi dulu ya Hime lain kali kita ngobrol lagi. Jaa mata ne!” Kirito pun beranjak dari duduknya setelah mengucapkan
salam jumpa pada Hime dan melangkahkan kakinya lebih jaug dari Hime.
Tepat Kirito telah membelakangi
Hime, Hime memberhentikan langkah Kirito seraya berkata ...
“Apa
kau yang selalu datang di mimpiku? Apa benar itu kau?” Kata Hime membuat Kirito
terkejut dan berhenti melangkah.
“Jadi
kau putri yang selalu kudatangi di padang rumput itu?”
“Jadi
benar kau pria yang selalu menghampiriku dan menciumku?”
“
Be-benar. Tak kusangka aku bisa bertemu denganmu di dunia nyata, kupikir kau
hanya di mimpiku.”
“Tapi
bagaimana bisa kita bisa bermimpi sama?”
“Entahlah,
aku juga bingung.”
“...”
Lalu suasana menjadi hening
seketika setelah membicarakan mimpi mereka. Kirito pun membuka suara lagi dan
ia mengatakan ...
“Hime.”
Panggilnya seraya menatap mata Hime, dan itu membuat jantung Hime berdetak
cukup keras.
“hn?”
“Apa
aku boleh menjadi pasanganmu?” Kata Kirito tiba-tiba dengan terang-terangan
menembak Hime, padahal mereka kan baru kenal. Namun Kirito berani menyatakan
cinta pada gadis mimpinya.
Suasana menjadi hening lagi Hime
bingung harus bilang apa. Tapi Hime tak bisa membohongi dirinya sendiri, setiap
bertemu dengan Kirito jantungnya selalu berguncang tak karuan baik di dunia
mimpi maupun di dunia nyata.
“Sebenarnya
aku juga menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu di mimpi. Tapi ...” kata
Hime terputus membuat Kirito penasaran.
“Tapi
apa Hime?”
“Tapi
aku menderita sakit parah dan waktuku tak lama lagi aku takut kau akan sakit
hati atas kehilanganku.” Dengan air mata yang mengalir, Hime menjelaskan pada
Kirito yang berterus terang dengan penyakitnya yang telah ia derita.
“Itu
tak masalah Hime, aku akan berusaha semaksimal mungkin agar penyakitmu sembuh.
Lagi pula aku ini seorang Dokter, aku akan berusaha.” Balasnya dengan
semangatnya.
“Benarkah?
Baiklah aku mau jadi pasanganmu di mimpi maupun di dunia nyata?”jawab Hime
seraya memeluk tubuh Kirito dan diiringi oleh air matanya Kirito pun membalas
pelukan itu.
Kemudian Lina pun datang dan
menunjukkan ekspresi terkejutnya karena melihat rekan kerjanya (Kirito) sedang
berpelukan dengan Hime, pasien sekaligus sahabatnya. Kirito dan Hime menyadari
kedatangan Lina, lalu mereka melepaskan pelukan mesra mereka.
Lina terus bertanya-tanya pada Hime
dan Kirito apa yang sedang terjadi dan bagaimana bisa mereka terlihat sebegitu
akrab karena setahunya Hime tak punya teman apalagi seorang laki-laki. Lalu
Kirito dan Hime menjelaskan semuanya tentang mimpi mereka yang menyatu dan
mereka tak sengaja bertemu di sini. Lina pun mengaggukan kepalanya berarti
mengerti.
Waktu pun terus berlalu, sudah 4
tahun mereka menjalin hubungan dan mereka tetap serasi seperti pertama kali
mereka bertemu. Penyakit Hime pun sudah sembuh waluaupun tak bisa seaktif dan
lincah seperti yang lainnya, berkat pengobatan dan usaha Kirito yang
bersemangat mengobati Hime akhirnya mendapatkan hasil. Lina, seorang perawat
sekaligus sahabat Hime pergi ke Shibuya untuk mengikuti suaminya, kadangkala
Hime sedih karena sahabatnya pergi meninggalkannya namun Lina tak pernah lupa
mengirim kabar pada Hime.
Tepat di hari jadi mereka selama 4
tahun, Hime dan Kirito memutuskan berlibur ke London untuk sekedar jalan-jalan
dan menghabiskan waktu berdua. Mereka melakukan perjalanan dengan menggunakan
pesawat. Pada saat perjalanan, pesawat mereka mengalami kesalahan, pesawat
mereka mengalami hilang kontak dan akhirnya pesawatnya jatuh sehingga membuat
para penumpang teriak histeris, Hime dan Kirito saling memeluk satu sama lain
sambil memjamkan mata karena mereka telah pasrah dengan keadaan ini. Lalu
pesawat itu jatuh dan meledak. Berita itu pun langsung muncul dan di sana di
beritakan semua penumpang tewas. Bagai disambar petir, Ibu Hime tak percaya apa
yang baru saja ia saksikan di layar televisi atas berita kecelakaan anaknya. Hatinya
begitu hancur berkeping-keping, Hime adalah anak semata wayangnya, dan kini
anak semata wayangnya telah pergi untuk selamanya bersama pasangan hidupnya.
Walaupun ini bukan akhir yang
bahagia, namun Hime dan Kirito tak dapat dipisahkan sampai maut yang memisahkan
mereka.
TAMAT~